Senin, 17 Oktober 2016

Budi Luhur, Budi Pekerti, Dan Etika



Ketiga istilah ini merupakan perpadauan pemikiran orang Jawa yang sistematis. Istilah budi luhur, budi pekerti, dan etika adalah tiga hal yang saling terkait. Dalam endiklopedia kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2006:12) dinyatakan budi luhur berasal dari kata budi artinya upaya, tabiat atau kelengkapan kesadaran manusia. Luhur berarti tinggi atau mulia. Jadi budi luhur dapat diartikan sebagai hasil kesadaran penghayatan yang menuju pada kemuliaan hati.

Budi luhur dikalangan penghayat, dapat dipandang sebagai mainstream ajaran kejawen. Budi luhur tidak lain merupakan sebuah ideologi kejawen, sebagai falsafah hidup penghayat dalam berperilaku. Aktualisasi budi luhur dalam perilau diwujudkan melalui budi pekerti. Budi pekerti berasal dari kata budi yang artinya kesadaran mulia dan pekerti artinya norma kehidupan. Adapun budi pekerti adalah etos pekerti yang membentuk etika kehidupan.

Etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya (Magnis Suseno, 1984:6). Pengertian ini memuat pandangan bahwa etika merupakan rambu-rambu normatif untuk menilai apakah pekerti seseorang dianggap mencerminkan budi luhur atau tidak. penyimpangan terhadap etika juga merupakan pengingkaran terhadap nilai budi luhur.

Untuk memahami aktualisasi etika Jawa dalam ajaran budi luhur kedalam pekerti penghayat masa kini, digunakan konsep Geertz (1973: 129-130) bahwa budi luhur dapat diposisikan berada pada tataran ought (yang seharusnya) dan budi pekerti pada tataran is (yang nyata ada). Dalam kehidupan orang Jawa, antara budi luhur sebagai world view, budi pekeri sebagai ethos, dan etika sebagai norma hidup, seharusnya harmoni sampai tataran cocok.

Dalam memahami makna pekerti rligius yang bersifat simbolik dan bersifat “terbuka”, yang berakibat pada Max Weber memperkenalkan metode verstehen (dalam bahasa Jerman yang artinya “memahami” ide, sikap, perilaku, manusia yang bersifat simbolik). Konteks ini akan menghasilkan kebudayaan. Inti dari pandangan tentang verstehen demikian berarti bahwa pemaknaan bukan pada peristiwa pembicaraan semata, melainkan sampai “yang dikatakan” dari pembicaraan. Isi pembicaraan jauh lebih penting, meskipun tidak harus meninggalkan peristiwanya. Pemaknaan secara hermeneutik seyogyanya mempu mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi dibalik sesuatu. Sesuatu tersebut dapat terkait dengan perilaku. Melalui perilaku bentuk-bentuk kebudayaan akan terartikulasi.

Dengan pintalan komunikasi simbolik, orang Jawa membangun makna. Setiap gerak dan langkah selalu mencerminkan dirinya, bahwa tindakan yang dilandasi oleh budi pekerti dan etika, akan melandasi budi luhur orang Jawa. Budi luhur merupakan pedoman tertinggi, yang mengarahkan orang Jawa agar mampu bertindak secara arif atau bijak. Dari kedalaman perilaku, orang Jawa selalu membawa dirinya agar hubungan sosial senantiasa bagus, tidak renggang dan tetap menentramkan. Kunci pokok dari tindakan sosial yang sukses, tidak lain merupakan upaya mempertahankan budi pekerti dan etika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar