Sabtu, 15 Oktober 2016

Kunci Pokok Etika Jawa



Kata “etika” dalam arti yang sebenarnya berarti “filsafat mengenai bidang moral”. Jadi, etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah-istilah moral. Magnis Suseno (1996:6) mempergunakan istilah etika dalam arti lebih luas, yaitu “keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya”; jadi dimana mereka menemukan jawaban atas pertanyaan “bagaimana saya harus membawa diri, sikap-sikap dan tindakan-tindakan mana yang harus saya kembangkan agar hidup saya sebagai manusia berhasil. Magnis Suseno dengan sengaja tiidak menentukan secara tepat apa yang dimaksud dengan “berhasil”.

Begitu luas konsep etika Jawa. Etika meliputi sebuah konstruksi sosial, budaya, keyakinan, dan pandangan hidup secara total. Bahkan, etika juga terkait dengan wawasan gender, tua muda, senior junior, atasan bawahan, begiu seterusnya. Etika membangun dikotomi dalam interaksi sosial semacam ini menjadi kunci pokok untuk memahami apakah seseorang tahu etika Jawa atau belum. Apakah seseorang sudah Jawa atau belum.

Orang Jawa sungguh pandai bermain simbol etika. Setiap mengangguk, belum tentu hatinya tunduk. Begitu pula ketika dia menggelengkan kepala, belum tentu tidak setuju.oleh karena itu, akan sangat keliru menarik kesimpulan dari sikap tunduk orang Jawa. Orang Jawa dalam sikap dan pekerti penuh dengan semu (simbol), yang perlu dipahami satu sama lain yang tengah berinteraksi. Sikap hormat tidak merupakan jaminan ketaatan. Orang-orang desa telah belajar bahwa sikap tunduk pada otoritas ada manfaatnya, tetapi bukan berarti bahwa mereka rela melaksanakan apa yang dituntut oleh otoritas itu. Orang Jawa mempunyai cara untuk mengatakan ya.

Masyarakat Jawa mengatur interaksi-interaksinya melalui dua prinsip keselarasan, yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Kedua prinsip tersebut menuntut bahwa segala bentuk interaksi, konflik-konflik terbuka harus dicegah. Prinsip kerukunan secara prinsipiil melarang pengambilan posisi yang bisa menimbulkan konflik. Prinsip hormat melarang pengambilan posisi-posisi yang tidak sesuai dengan sikap-sikap hormat yang dituntut. Prinsip-prinsip keselarasan dengan demikian memuat larangan mutlak terhadap usaha untuk bertindak hanya atas dasar kesadaran dan kehendak seseorang sendiri saja.

Apabila seseorang kurang menaruh hormat atau tidak rukun kepada sesama, biasanya serinf mendapat hukuman. Hukuman dalam etika Jawa dapat berupa tindakan, sikap, dan juga kata-kata lisan, misalnya dikucilkan, dicerca, dan bahkan bisa diusir dari tempat tinggalnya. Hukuman etika ini sering disebut “disebratake” atau “disongkrah”, artinya dikeluarkan dari golongan atau kelompok orang-orang etis atau beretika.

Jadi kesimpulannya, orang-orang Jawa sangat menghormati kerukunan terhadap sesama. Segala sesuatu yang dikerjakan atau dilaksanakan selalu menggunakan etika. Dalam berinteraksi, masyarakat Jawa menggunakan dua prinsip keselerasan, dimana kedua prinsip itu melarang segala sikap  yang disebabkan oleh emosi, nafsu, tetapi juga oleh kepentingan sendiri yang diperhitungkan dengan kepala dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar