Sabtu, 24 Desember 2016

Bagaimana Hidup?

Allah SWT berfirman:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Imran:185)

Dalam salah satu syairnya yang bercerita tentang kehidupan, sastrawan Taufik Ismail pernah menulis:
·      

  • Hidup itu bagaikan garis lurus tak pernah kembali ke masa yang lalu
  • Hidup bukan bulatan bola yang tiada ujung tiada pangkal
  • Hidup melangkah terus semakin mendekat ke titik terakhir
  •  Setiap langkah hilangkan jarak menikmati hidup, nikmati dunia
  • Pesan nabi jangan takut mati karena mati pasti terjadi
  • Setiap insan pasti mati hanya soal waktu kapan terjadinya 
  • Pesan nabi tentang mati, janganlah minta mati datang kepadamu 
  • Janganlah engkau berbuat menyebabkan mati 
  • Pesan nabi jangan takut mati, meski kau sembunyi dia menghampiri 
  • Takutlah akan kehidupan sesudah kau mati, renungkanlah itu
Syair ” Hidup itu bagaikan garis lurus tak pernah kembali ke masa yang lalu” menggambarkan bahwa secara ilmu fisika, waktu tidak mungkin kembali ke awal, tetapi bergerak terus ke depan. Demikian juga hidup manusia, tidak mungkin kembali ke masa lalu dan menghapus atau mengubah perbuatan yang telah dilakukannya. Tidak ada manusia yang bisa kembali ke bayi menjelang kematiannya di hari tua.

Karena tidak bisa diulang, maka manusia harus menggunakan hidupnya sebaik mungkin, agar tidak menyesal di kemudian hari. Karena penilaian Tuhan terhadap tindakan manusia bersifat absolute. Setiap manusia memiliki ”kenikmatan duniawi” yang berbeda satu dengan yang lain, ada yang menjadi presiden dan ada yang menjadi rakyat, ada yang menjadi konglomerat dan ada juga yang fakir miskin. Ada manusia baik dan ada juga manusia jahat. Kehidupan manusia tersebut secara garis besar merupakan kehendak Allah SWT, namun secara individu apa yang disebut takdir tersebut, ternyata masih masih bisa dirubah oleh individu tersebut tergantung usahanya.

Kolaborasi antara takdir Tuhan dan usaha manusia inilah yang menjadi landasan utama ”perhitungan Tuhan” terhadap kualitas hidup manusia setelah kematiannya. Semakin bermanfaat hidup manusia bagi sesamanya, akan semakin banyak pahala yang diberikan Allah. Semakin banyak mudharat nya, maka kualitas hidup manusia itu sendiri menjadi semakin rendah. Bagaimana hidup manusia itu, sangat ditentukan oleh individu tersebut. Ada individu yang meraih kekayaan dengan cara bekerja keras, menuntut ilmu, dan mengoptimalkan segala kemampuannya. Namun ada juga yang mengambil jalan pintas dengan cara korupsi, mencuri atau menipu orang lain. Secara materi, hasil yang akan diperoleh mungkin akan sama, tapi cara yang ditempuh sangat berbeda. Pada proses dan cara pencapaian inilah, penilaian terhadap baik buruk hidup manusia terjadi.

Tujuan Hidup?
” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu..” (QS: Adz-Dzaariyaat: 56).

Secara islam, pengertian Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang nampak (lahir) maupun yang tersembunyi (batin). Sebagian ulama menambahkan dengan: disertai oleh ketundukan yang paling tinggi dan rasa kecintaan yang paling tinggi kepada Allah SWT.

Ibadah itu banyak macamnya dan terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala), raja’ (mengaharap rahmat Alloh subhaanahu wa ta’ala), mahabbah (cinta kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala), tawakkal adalah ibadah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan membaca Al-Qur’an, tasbih, tahlil, takbir, tahmid adalah ibadah lisan dan hati. Sedangkan shalat, zakat, haji, berbakti pada orang tua, membantu orang kesulitan adalah ibadah badan dan hati.

Ibadah menurut bahasa artinya adalah taat (patuh, tunduk). Secara umum adalah mentaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah. Secara khusus adalah ketaatan kepada hukum syara’ yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya, seperti shalat, zakat, haji, do’a, dan sebagainya. Melaksanakan ibadah dalam makna umum secara konkrit merupakan misi hidup manusia di dunia menurut Islam. Inilah hakikat hidup manusia di dunia, dan yang wajib menjadi landasan segala pemikirannya. Realiti ibadah terwujud ketika seorang muslim mengikat dirinya dengan hukum-hukum syara’ dalam hubungan dengan Tuhan, Manusia lainnya dan dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar